Esensi islam telah hadir di bumi lama
semenjak awal penciptaan alam. Mulai dari Nabi Adam as sebagai manusia pertama
yang diciptakan Allah swt dengan segala sisi kemanusiaan dan fitrahnya. Beliau
diajarkan Allah segala hal lalu menunjukkannya kepada para malaikat, meskipun
awalnya para malaikat meragukan jika manusia menjadi sosok khalifah di muka
bumi. Hingga era sekarang, kerahmatan lilalamin islam tetap teguh dengan prinsip-prinsip
yang telah dibawa oleh Nabi Muhamamad saw.
Persebaran agama islam semakin meluas
dengan ajaran kebenaran dan kemanusiaan. Manusia terbelalak dengan kehebatan ajaran
islam dan keteduhan sosok Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran suci ini.
Keteduhan itupun kemudian terwarisi ke dalam jiwa para keturunan dan
pengikutnya. Amir bin Tsabit adalah salah satu orang yang tergugah hatinya akan
keteduhan itu. Ia seolah terhipnotis akan sosok Nabi Muhammad dan pengikutnya
yang penuh ketenangan dan kerindangan hati.”Jika aku mati, maka hartaku aku
serahkan kepada Muhammad yang dapat ia gunakan sesuai kehendaknya” begitu
ujarnya usai dirinya tergerak memeluk islam dan ikut adu pedang dalam barisan
para sahabat, meskipun sebelumnya ia menolak islam. Iapun wafat dalam
peperangan melawan kaum kafir di Perang Uhud.
Jauh setelah itu, Mukaukis – Gubernur Mesir
Ketika itu - terbangkit dari singgasananya, kagum akan barisan umat muslim
dibawah pimpinan Jendral Besar Amr bin Ash. Armanusah – puteri Mukaukis – terkaget
mengapa sang ayah bisa sekagum itu. Baginya, islam membawa pesan perdamaian dan
kebijaksanaan yang utuh dari Tuhan. Iapun menceritakannya kepada Maria – pelayan
pemerintahan yang kemudian melahirkan Ibrahim putra Nabi Muhammad saw yang
meninggal saat kecil dan membuat umat muslim menangis atas wafatnya – akan kehati-hatian
umat muslim dalam berperang. “Mereka tidak sedang berperang merebutkan
kekuasaan, mereka menampilkan tabiat kesucian melalui perangnya, mereka membawa
pedang dan akhlak sebagai symbol perdamaiannya, tidak tercium sedikitpun nafsu ingin
membunuh lawan. Kekuatan akal dan jiwanya menguasai sisi nafsu itu, bahkan
pedangnya adalah akhlak mereka!” begitu ia berbisik kepada Maria.
“Jika demikian, maka bukanlah masalah
mereka membebaskan negara ini dan menguasainya” tanggapan maria dengan perasaan
tenang dan lega.
“Memang, mereka tidak seperti orang-orang
kafir roma, mereka mengelola harta duniawi dengan penjagaan yang baik atasnya
yang terbatasi oleh halal dan haram. Sedang orang-orang roma mereka mengelola
harta dunia dengan penuh kecerobohan bagaikan hewan. Tidak seperti mereka yang memikiran
kekayaan harta duniawi dengan pemisahan baik dan buruk., maka merekalah manusia
sebenarnya”. kata Armanusah.
“Ini sungguh luar biasa wahai Armanusah. Socrates, Plato, Aristoteles dan para filsuf ahli hikmah telah meninggalkan dunia, dan mereka tidak dapat mencetak umat dengan ajaran filsafatnya melainkan melalui karya-karya tulisan mereka. Para filsuf belum bisa melahirkan model dari ajarannya kemanusiaan yang paripurna. Maka bagaimana bisa Nabi mereka mencetak umat sedemikian hebatnya. Bagaimana bisa sosok Nabi yang tidak membaca dan menulis bisa mengajarkan dan mewariskan keteduhan ini?!”. ujar Maria dengan ketakjubannya.
“Aku telah mempelajari banyak hal, aku
mempelajari ajaran Isa Al-Masih dan perjalanannya mengajarkan ilmunya, namun
hanya berujung kepada beberapa pengikutnya saja dan pada akhirnya banyak
pengikut setelahnya membelokkan ajaran kebenarannya hingga ia diakui sebagai Tuhan.
Terlihatlah kebenaran paripurna dari Nabi pembawa ajaran mereka ini”.
“Sungguh demi Tuhan! Rahasia Tuhan tergambarkan
oleh jiwa-jiwa mereka. Tabiat manusia biasa yang penuh akan amarah dan cinta
buta, dan kesombongan dapat tersisihkan oleh tabiat mereka. Pasukan ini
tidaklah dipenuhi jiwanya kecuali rasa iman yang tinggi dan pancaran ketuhanan
yang menerangi mereka yang menunjukkan perasaan suci di atas jiwa-jiwa mereka!
Inilah puncak dari segala puncak, ini adalah puncak dari filsafat dan hikmah!”.
Ketakjuban Maria semakin membara dan membuatnya jatuh cinta akan keteduhan islam.
Hingga detik ini pun islam tetap eksis dengan
kedamaian ajarannya. Maka heran jika agama islam selalu dipandang buruk oleh sebagian
manusia. Kekerasan dan radikalisme yang muncul bukanlah berasal dari ruh islam.
Jika pembawa kekerasan itu adalah orang islam, makai a tidak sedang membawa
ajaran islam, melainkan jiwanya yang dipenuhi oleh tabiat hawa nafsu dan
ketidakmanusiawian.
Referensi:
Wahyul Qolam - Mushtafa Shadiq Ar-Rafi'i
0 Comments
Posting Komentar